SANG PUTRA FAJAR
“Aku adalah putra seorang ibu Bali dari
kasta Brahmana. Ibuku, Idaju, berasal dari kasta tinggi. Raja terakhir
Singaraja adalah paman ibuku. Bapakku dari Jawa. Nama lengkapnya adalah
Raden Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar bangsawan yang berarti,
Tuan. Bapak adalah keturunan Sultan Kediri...
Apakah itu
kebetulan atau suatu pertanda bahwa aku dilahirkan dalam kelas yang
memerintah, akan tetapi apa pun kelahiranku atau suratan takdir,
pengabdian bagi kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan tiba-tiba.
Akulah ahli-warisnya.” Ir. Soekarno menuturkan kepada penulis
otobiografinya, Cindy Adam.
Putra sang fajar yang lahir di
Blitar, 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai,
diberi nama kecil, Koesno. Ir. Soekarno, 44 tahun kemudian, menguak
fajar kemerdekaan Indonesia setelah lebih dari tiga setengah abad
ditindas oleh penjajah-penjajah asing.
Soekarno hidup jauh dari
orang tuanya di Blitar sejak duduk di bangku sekolah rakyat, indekos di
Surabaya sampai tamat HBS (Hoogere Burger School). Ia tinggal di rumah
Haji Oemar Said Tjokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam.
Jiwa nasionalismenya membara lantaran sering menguping diskusi-diskusi
politik di rumah induk semangnya yang kemudian menjadi ayah mertuanya
dengan menikahi Siti Oetari (1921).
Soekarno pindah ke Bandung,
melanjutkan pendidikan tinggi di THS (Technische Hooge-School), Sekolah
Teknik Tinggi yang kemudian hari menjadi ITB, meraih gelar insinyur, 25
Mei 1926. Semasa kuliah di Bandung, Soekarno, menemukan jodoh yang lain,
menikah dengan Inggit Ganarsih (1923).
Soekarno muda, lebih
akrab dipanggil Bung Karno mendirikan PNI (Partai Nasional Indonesia), 4
Juni 1927. Tujuannya, mendirikan negara Indonesia Merdeka. Akibatnya,
Bung Karno ditangkap, diadili dan dijatuhi hukuman penjara oleh
pemerintah Hindia Belanda. Ia dijeboloskan ke penjara Sukamiskin,
Bandung, 29 Desember 1949.
Di dalam pidato pembelaannya yang berjudul, Indonesia Menggugat, Bung Karno berapi-api menelanjangi kebobrokan penjajah Belanda.
Bebas
tahun 1931, Bung Karno kemudian memimpin Partindo. Tahun 1933, Belanda
menangkapnya kembali, dibuang ke Ende, Flores. Dari Ende, dibuang ke
Bengkulu selama empat tahun. Di sanalah ia menikahi Fatwamati (1943)
yang memberinya lima orang anak; Guntur Soekarnoputra, Megawati
Soekarnoputri, Rahmawati, Sukmawati dan Guruh Soekarnoputri.
Soekarno
adalah seorang cendekiawan yang meninggalkan ratusan karya tulis dan
beberapa naskah drama yang mungkin hanya pernah dipentaskan di Ende,
Flores. Kumpulan tulisannya sudah diterbitkan dengan judul Dibawah
Bendera Revolusi, dua jilid. Dari buku setebal kira-kira 630 halaman
tersebut, tulisan pertamanya (1926), berjudul, Nasionalisme, Islamisme,
dan Marxism, bagian paling menarik untuk memahami gelora muda Bung
Karno.
Tahun 1942, tentara pendudukan Belanda di Indonesia
menyerah pada Jepang. Penindasan yang dilakukan tentara pendudukan
selama tiga tahun jauh lebih kejam. Di balik itu, Jepang sendiri sudah
mengimingi kemerdekaan bagi
Indonesia.Penyerahan diri Jepang setelah
dua kota utamanya, Nagasaki dan Hiroshima, dibom atom oleh tentara
Sekutu, tanggal 6 Agustus 1945, membuka cakrawala baru bagi para pejuang
Indonesia. Mereka, tidak perlu menunggu, tetapi merebut kemerdekaan
dari Jepang.
Setelah persiapan yang cukup panjang, dipimpin oleh
Ir. Soekarno dan Drs Muhammad Hatta, mereka memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia, tanggal 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 52
(sekarang Jln. Proklamasi), Jakarta.
Sumber : Pendongeng.com